NUMPANG LEWAT DI TIRUCHIRAPPALLI

TRICHY

Kota terakhir yang saya kunjungi selama traveling di India. Kota yang bisa dibilang paling Selatan ini menjadi kota penutup dengan kejadian yang menegangkan. Tiket pulang saya adalah tanggal 3 Agustus 2014 pukul 11:45 malam dari bandara Tiruchirappalli (Trichy) ke Kuala Lumpur. Tanggal 3 saya masih berada di kota Chennai. Jarak dari kota Chennai ke Trichy jika ditempuh bus sekitar 6 jam perjalanan dan 7-8 jam jika menggunakan kereta.

Saya seharusnya berangkat ke Trichy dengan kereta dan seharusnya juga saya tiba disana pukul 4 sore (biar bisa jalan-jalan). Akan tetapi, kenyataannya berbeda.

Tiba-tiba pagi hari teman saya mengabarkan bahwa tiket yang dibeli di agen travel kemarin malam (tanggal 2 Agustus) ternyata memberitahukan bahwa kereta yang akan berangkat ke Trichy sudah full (tiket yang dibeli ternyata cadangan aja). Pokoknya dah nggak ngerti lagi deh.

Udah jam 11 siang masih di Chennai dan masih belum mendapatkan tiket. Udah nggak mungkin cari kereta lagi. Waktu itu juga saya beli tiket bus ( ekslusive) di agen travel yang saya datangi kemarin malam. Uang tiket kereta di refund dan beli buat tiket bus. Bus dijadwalkan akan berangkat jam 1 siang. Waduh, sudah mulai panas, was-was, takut molor lagi. Kata agennya, bus akan tiba di Trichy jam 7 malam. Meskipun masih ada jeda ke airport, tapi tetap saja saya panik. Lah kalau bus ada apa-apanya di tengah jalan, trus macet, trus ketinggalan pesawat, nggak punya duit buat beli tiket pulang, dideportasi, digantung mama. *autopanik

Setelah beli tiket, saya dan teman saya akhirnya tanpa makan siang langsung berangkat ke terminal. Jarak dari tempat saya beli tiket bus naudzubillah jauhnya. Terik matahari sangat menyengat, diboncengin nggak pake helm lagi. Sekitar sejam naik motor, kami pun mencari-cari dan bertanya bus yang akan berangkat ke Trichy. Setelah memperlihatkan tiket yang saya miliki ke orang-orang di terminal, Alhamdulillah busnya ketemu. Saya pun berpisah dengan teman saya (say thanks and gave him a big hug). Kalau nggak ada Dia, udah nggak tau lagi nasib saya gimana. 

Jam 1 bus belum belum juga berangkat. Dugaanku tepat. Ini nih yang saya takutkan. Saya adalah penumpang pertama yang naik ke bus. Busnya sangat bagus dan bersih. Pokoknya VIP banget. Kelas sleeper, AC dan sangat nyaman. Tiga puluh menit menunggu akhirnya semua penumpang masuk ke bus. Perjalanan awalnya terasa menyenangkan meskipun sedikit menjengkelkan karena busnya berhenti 2 kali (ngambil penumpang dan tempat makan).

 Singkat cerita, waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, saya pun belum melihat plang Tirichy di pinggir jalan. Sumpah, demi Allah saya panik, sudah mulai resah, gelisah pokoknya. Saya pun mengecek google map di ponsel saya. Ternyata dan ternyata masih 2 jam 40 menit lagi. Oh my God! Fasilitas yang saya dapatkan di bus tidak senyaman dengan perasaan saya waktu itu apalagi melihat plang Tiruchirapphalli –>11 km. Ngecek jam, 8:34 pm. Ya Allah, tolong hambamu ini.

Dan akhirnya yang dinantipun muncul,  plang “selamat datang di Trichy. Lagi dan lagi, jarak ke bus sentral dari plang itu masih saya tempuh hampir sejam tambah macet parah. Perasaaan saya sudah mulai kacau, mau mengumpat juga ama siapa, rasanya udah mau nikam supirnya muntah.

Sudah hampir menunjukkan pukul 10 malam. Tibalah saya di bus sentral, dan Alhamdulillahnya tiba-tiba ada 1 sms dari teman yang sempat saya kontak jauh-jauh hari sebelumnya.  Dia menanyakan saya di mana, pesawat jam berapa. Alhasil, kami pun bertemu, tanpa basa basi, teman saya langsung mengambil ransel kecil saya dan bruuumm naik motor ke airport dengan kecepatan 90 km/jam. Bayangkan saja, backpack saya sudah kebanting ke sana kemari, jantung terasa sudah mulai copot, sampai tidak sadar air mata saya keluar saking kencangnya. Jarak dari stasiun bus ke airport adalah 6 km, normalnya di tempuh 20-25 menit dengan taxi (diluar macet). Tapi, waktu itu hanya ditempuh ±8 menit.

Tiba di Airport Tiruchirapphalli, saya lalu berpamitan dengan teman saya. Mengucapkan terimakasih banyak telah monolong dan meminta maaf karena nggak ada waktu untuk ngobrol.  Beruntungnya, Dia sangat mengerti keadaan saya waktu itu dan he said  “hope to see you again”. Akhirnya saya masuk dengan buat check-in dan pas tiba di security check, ransel saya dibongkar soalnya ada yang mencurigakan katanya. Waduh drama apa lagi ini, Tuhan. Saya tetap dan berusaha untuk tenang, tidak panik meskipun jantung berdetak diatas normal. Cek per cek ternyata yang kedetek adalah tongsis saya. 

Setelah lolos dari imigrasi dan security check, saya pun menuju ke ruang tunggu dan bergegas menuju kios buat beli makan. Lapar tiba-tiba muncul, ya maklum nggak makan seharian saking paniknya. Rencana tinggal rencana. Harapan untuk mengunjungi Rock Fort dan menyicipi Maakali Kizhangu tak tercapai.

ADA GURUN DI PANTAI MARINA,CHENNAI

Berkunjung ke India Selatan adalah itinerary terakhir saya setelah menjelajahi kota lain. Ialah Chennai dan Tiruchirapphali. Saya berangkat dari stasiun New Delhi ke Chennai, Tamil Nadu selama 32 jam dengan kereta. Bayangkan begitu jauhnya jarak dari Delhi ke Chennai. Biaya tiket tatkal  2.200 rupee kelas AC 3 tier. Untuk mendapatkan tiket itu juga sudah mepet banget mengingat saya harus sudah meninggalkan India 3 hari kedepan. Naik kereta saja butuh hampir 2 hari . Saya tidak memilih pesawat karena mahal. Tiba di stasiun Chennai saya menunggu teman untuk menjemput saya. Sekitar 30 menit menunggu, akhirnya teman saya pun datang dan langsung membawa saya ke guesthouse milik perusahaan tempat dia kerja (baca: gratis).

JAUH BANGET
JAUH BANGET

Chennai di mata saya terlihat seperti kota Makassar. Luas, padat, messy dan terlihat beberapa gedung-gedung yang tinggi. Yang membedakan adalah kuil saja. Hampir disetiap sudut jalan ada kuil.  Tiba di guest house, saya ngobrol dengan teman saya sambil membereskan isi ransel yang sudah nggak karuan. Tidak lama kemudian, teman saya pamit untuk melanjutkan kerjannya yang sempat terdistrak karena saya.  Kita janjian untuk hangout jam 7 malam.  Sebelum Dia kembali bekerja, Dia menyempatkan untuk beliin saya makanan yaitu roti dan chicken masala. *wuenaktenang

Malam hari, kami pun keliling kota dengan skuter. Ada banyak kuil yang saya ingin kunjungi. Tetapi, karena lagi M, jadi tidak diperbolehkan untuk masuk kuil. Soalnya harus dalam keadaan bersih dan konon katanya bisa celaka. Ada 4 kuil yang saya lewati dan intip dari luar saja. Kuil-kuil di Chennai menurut saya lebih menarik dibanding kuil-kuil yang ada di Delhi. Setelah mengintip beberapa kuil, sesi kulineran pun dimulai. Saya diajak ke tiga tempat makan waktu itu. Di kedai pertama kami singgahi, saya mencoba satu roti, bentuknya mirip kue sus tapi isinya rempah, kacang-kacangan dan sayuran. Kami makan sambil berdiri. Yang saya perhatikan adalah orang-orang India kalau makan di kedai pinggir jalan rata-rata pada berdiri semua. Trus lanjut makanan yang kedua adalah Lado, manisan khas India. Bulat, sangat manis dan rasanya aneh. Tenggorokanku sudah mulai menolak di suapan pertama. Mau disisa juga nggak enak sama teman, soalnya ditraktir. Tempat makan berikutnya adalah warung yang cukup ramai di malam hari. Kalau liat dari menunya sepertinya, sih enak. Pilihan jatuh ke dosa. Iya, dosa.  Bukan dosa anak durhaka, yah, tetapi nama makanan yang favorit di sana. Sajian dengan sepiring roti mirip gabus dengan campuran saus yang rasanya sedikit aneh. Lagi-lagi kami makan di luar warung sambil berdiri. Sepiring penuh itu harus habis kata temanku. Gigitan ke tiga rasanya sudah nggak kuat. Sudah eneg dan nggak sanggup. Daripada di buang, teman saya yang habisin. *jadinggakenak

Setelah makan, Dia nanya ke saya begini “ini baru makanan pembuka, yah. Kita cari main coursenya di tempat lain.” Jeder! Mampus. Tanja basa-basi langsung saya jawab “Nggak usah, terimakasih. Saya udah kenyang banget.”

Suasana di Stasiun
Suasana di Stasiun

Depan salah satu kuil
Depan salah satu kuil
kelap kelip
kelap kelip
Keliling pakai ini
Dosa
Dosa
Samosa
Samosa
Kopi favorit guwa
Kopi favorit

Dia pun mengantar saya ke satu tempat yang ramai. Sepanjang jalan terlihat banyak lampu-lampu berbentuk dewa yang menerangi sudut jalan. Tiba di satu tempat yaitu pantai. Udara dingin dan pantainya tidak kelihatan karena gelap. Ternyata oh ternyata pantai itu adalah Marina Beach, pantai terpanjang di India dan kedua di dunia. OMG! betul saja, pantainya nggak ada ujungnya, padahal udah dari tadi naik motor sepanjang pantai.

Pagi hari, saya kembali diajak ke Marina beach biar lebih jelas. Saya dan Athir (teman saya) kembali mengendarai skuter ke pantai. Cuaca pagi kota Chennai sangat sejuk dan belum terlihat banyak kendaraan yang lalu lalang. Sampai di sana, ternyata jarak dari pasir di seberang jalan ke pantainya lumayan jauh. Sekitar 100 meter. Pasirnya beda dengan yang di Kuta atau Bira. Lebih mirip pasir gurun. Pemandangan pagi itu cukup impressive dengan berbagai macam kegiatan lokal yang terlihat. Ada yang lagi main kriket, orang yang berkuda, jualan dan duduk di pinggir pantai. Saya cuma berjalan-jalan sebentar karena harus berpindah ke kota lain.

Chennai di pagi hari
Chennai di pagi hari
Marina beach
Marina beach

(FYI Nggak harus pakai helm kalau naik motor berkeliling di India , nggak bakal ditilang) 😀