Writing is like a therapy for me. I can observe, assess and share my feelings, thoughts, memories and anything what I have been through. Because one day, yes, one day, all of them will be precious things to remember.
“we’ve got to fix that building. I would think those murals are priceless”- Barbara Ingram
Mural.. mural.. mural.. salah satu media untuk menyalurkan aspirasi melalui gambar atau lukisan di dinding. Yap, dinding atau tembok lah yang dijadikan sebagai kanvas. Mural sendiri sebenarnya sudah ada sejak 30.000 tahun sebelum masehi. Dimana terlihat banyak bukti-bukti sejarah, peradaban dunia yang terlukis di dinding gua pada saat masa berburu, meramu, dsb. Mural sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu Murus yang berarti Dinding.
Kawula muda sekarang melihat bahwa mural merupakan sarana kebebasan berekspresi yang bisa diliat banyak orang dan patut diapresiasi. Seperti halnya seniman dari Lithuania, Ernest Zacharevic yang hasil karyanya terpampang jelas di Ipoh. Kebetulan sewaktu saya menyempatkan traveling ke Ipoh, saya begitu antusias untuk melihat karya-karya dari Ernest di beberapa sudut jalan kota Ipoh.
Hasil karya Ernest di Ipoh menjadi salah satu objek wisata yang terkenal di kota itu. Beberapa tempat pusat informasi turis di Ipoh menyediakan selebaran khusus untuk melihat karya karya Ernest.
Ada 7 mural Ernest yang disuguhi di kota itu. Saya mengunjungi ke tujuh tempat itu dengan modal selebaran yang diambil. Mural-mural tersebut tersebar di beberapa ruas jalan. Di selebaran juga ditunjukkan alamat dan koordinat yang jelas.
Ketujuh mural tersebut adalah:
1. Old Uncle with coffee cup
2. Paper Plane
3. Kopi “O”
4. Hummingbird
5. Evolution
6. Girl
7. Trishaw
Kopi OMural lain disudut jalan kota IpohTrishaw (paling lama baru nemu ni tempat, di lorong sempit )Paper Plane
Sayangnya, hanya sebagian yang sempat saya captured. Takjub melihat gambar yang begitu luar biasa dengan detail yang terbilang sempurna disetiap gambar. Disamping itu, banyak mural-mural lain yang tidak kalah menarik di Ipoh yang saya kunjungi. Sejenak tercengung membayangkan betapa bedanya “coretan” yang ada di kota ini dan yang ada di kota saya. *if you know what I Mean*
Ke Paris liat Eiffel, ke Mekkah liat Ka’bah dan ke India liat Taj Mahal. Nggak ada yang nggak kenal Taj Mahal kayanya. Dari bangku SD sudah diajari tentang keajaiban dunia, kan?
Taj Mahal merupakan salah satu tempat yang saya masukkan ke dalam bucket list saya. Bermimpi untuk menyentuh dinding bangunan ini akhirnya terbayar di summer trip, July 2014. Keinginan untuk berkunjung kesini lebih besar daripada menyentuh rangka besinya Eiffel. 😛
Bangunan megah yang terletak di Agra ini konon katanya dibangun karena cinta. Tapi di sini, saya tidak akan membahas sejarah bangunan in detail, soal cinta antara siapa dan alasan sehingga dimasukkan sebagai salah satu keajaiban dunia. Yang ingi saya ceritakan adalah bagaimana saya akhirnya bisa ke tempat ini. Perjalanan ke Agra dari kota New Delhi saya lakukan sehari sebelum Idul Fitri. Jadi, daripada membuang waktu di Delhi untuk menunggu hari lebaran, mending meluncur dulu ke Agra.
Agra adalah kota yang cukup bagus dan sedikit lebih adem dari Delhi. Untuk mendapatkan kereta ke Agra dari tempat saya harus naik bajaj, lanjut naik metro dan mengitari stasiun yang luas. Untungnya ada teman yang berbaik hati mengantar. Mencari tiket ke Agra mirip latihan milite. Kudu bangun pagi, tanpa sarapan, naik turun tangga masuk keluar gate.
Dapat general tiket harganya 270Rupee /3 orang. Saya menyempatkan untuk membeli air mineral karena sudah terlalu letih naik turun tangga. Kereta berangkat jam 8:20 pagi dan tiba jam 2 siang. Gerbong yang saya tempati nggak ada tirai jendelanya, banyak lalatnya, bau ditambah penjual asongan yang datang bergantian. Maklum tiketnya juga tiket general. Tapi nggak masalah yang penting ke Agra.
Tiba di stasiun Agra, kami langsung mencari tahu tentang bagaimana cara menuju Taj Mahal. Banyak agen travel, supir taxi, super bajaj yang menawarkan kami untuk ke sana. Setelah mutar-mutar, ada satu supir bajaj yang menawarkan harga miring untuk menuju ke Taj Mahal. Supir bajaj ini sudah tua, tapi bahasa Inggrisnya bagus dan jelas. Deal dengan 10ribu rupiah saja. Bertiga, loh.
Sekitar 15 menit kami naik bajaj, tibalah di satu jalan yang sempit. Jalan itu menuju pintu masuk Taj Mahal. Jalan tersebut ramai dengan kios-kios yang menjual cendramata, makanan, dsb. Rumah-rumah warga sangat berdempetan dan padat. Terlihat anak-anak kecil yang berlari ke sana kemari menawarkan jasanya untuk menjadi guide.
Kami menuju konter tiket. Sehari sebelum kami ke tempat ini, saya bilang ke teman saya kalau besok saya akan mengenakan Sudhitar (baju India) biar keliatan seperti cewek lokal. Modus biar bisa beli tiket yang untuk lokal saja. Bayangkan saja, tiket untuk turis seharga 750 Rupee (Rp. 150.000) sementara yang lokal cuma 20 Rupee alias empat ribu saja.
Tibalah saya didepan loket berharap si penjual ngasih tiket yang 20 Rupee itu. Petugas konternya langsung bilang “dari mana?”. hmmmm Mau bilang Kashmir nervous, mau bilang Tamil Nadu juga takut. Karena saya anaknya jujur, jadi langsung jawab “Indonesia”, sambil dia sodorkan tiket 750 Rupee. Misi gagal dan teman saya di belakang langsung cekikikan. Haha
Setelah dapat tiketnya, kami disuruh untuk ke ruangan lain buat ngambil alas kaki dan sebotol air mineral. Maklum untuk masuk ke Taj Mahal alas kaki harus di lepas. Tiba di tempat security check, semua bawaan makanan, spidol, permen, sampai tongsis pun diamankan. Mau nggak mau bayar lagi buat nyimpan barang di cloakroom.
Tiket masuk untuk TURISbungkus bungkus bungkus
Kami bertiga di persilakan masuk. Tiba-tiba teriak dong,
OMG I’m HERE ! Taj MAhal.
Perasaan saya waktu itu sangat exicted, takjub, terpaku tapi nggak sampai sujud syukur juga, sih. Bangunannya berdiri megah ditengah-tengah taman. Cuaca terik yang membuat saya langsung ikut mengantri masuk ke dalam bangunan. Alas kaki pun dilepas diganti dengan alas kaki yang dikasih tadi. Seketika cuaca langsung adem, sejuk saat masuk ke dalam bangunan. Saya mulai berjalan ke sana kemari, menyentuh dinding bangunan dan melihat tiap sudut bangunan. Dalam bangunan terdapat 2 makam yang dipugar. Satu berukuran besar dan satu lagi berukuran sedikit lebih kecil. Orang-orang mengelilingi makam tersebut, ada beberapa pesiarah yang terlihat melempar koin.Entah untuk apa koin-koin tersebut. Setelah saya mendekat berdiri tepat di depan makam, memang terlihat banyak koin yang bertebaran di lantai. Tidak lama kemudian saya keluar melalui pintu belakang. Ternyata ada sungai disana. Samping kanan Taj Mahal ada mesjid yang besar dengan bangunan yang merah.
Beberapa menit kemudian tiba-tiba hujan. Waduh, perasaan tadi cuacanya terik. Karena posisi saya udah di luar bangunan, terpaksa saya dan teman saya berlari ke arah taman dan berteduh di bawah pohon. Semakin lama semakin deras. Kami pun memutuskan untuk berlari menuju bangunan tempat jalan masuk tadi. Berlari pakai sari, hujan-hujanan, basah-basahan, di bawah pohon, di pekarangan Taj Mahal. Film India banget, kan?
Pengunjung Taj Mahal
Pengalaman yang bakal tidak saya lupakan seumur hidup. Mimpi untuk melihat permata seni Islam ini menjadi kenyataan. Mahakarya yang begitu megah dan agung. Berkunjung ke Taj Mahal sudah saya kicked dari bucket list saya. Tapi saya akan kembali membuat satu wish list yaitu, berkunjung kembali di tempat itu dengan my future husband *aamiin*