2019

Here we go again! WOW, there are a lot going on here. Pas nulis ini aku lagi demam alias tumbang setelah traveling kemaren. Cuaca sekarang cukup mendukung untuk berdiam di kamar saja. Hujan, mau tidur nggak bisa, nunggu reaksi paracetamol dari tadi nggak kunjung datang. Daripada bengong (sebenarnya nggak bakal bengong,sih) mending nulis aja sambil dengerin suaranya Chris Martin di Spotify. Seperti malam-malam pergantian tahun baru sebelumnya, memang mesti sempetin nulis. Saya menyebut malam tahun baru sebagai a contemplation night atau self-reflection night.
Seperti yang saya katakan di awal, ada buaaaanyak banget yang terjadi di kehidupan saya sehari-hari di tahun 2019 ini. Suka duka sudah pasti. Pencapaian terbesar di 2019 adalah berhasil dan sukses menyelesaikan study di US dan selamat tiba di kampung halaman bersua dengan keluarga tercinta. Di tahun ini pula kisah percintaan saya berak-hir setelah 5 tahun jalan dan diputusin pas awal-awalnya merantau dan mengadu nasib di kampung orang lain. I cried a lot to be honest, I couldn’t handle my emotions selama beberapa bulan. I am Libra which is I live with my gut feelings (mostly). LOL.
Day by day, I tried to deal with it dan berdamai dengan kondisi yang saya hadapi sekarang. As wise men said Time is Healer, yes, itu benar. Saya belajar lebih banyak untuk menyayangi dan mencintai diri saya. Sampai tiba di hari ulang tahun saya di bulan Oktober, saya mulai berfikir untuk melakukan perjalanan solo. Hitung-hitung sebagai reward buat saya. Selama beberapa bulan terakhir, intensitas baca saya lebih meningkat dan melakukan banyak hal baru di keseharian saya. Misalnya lebih banyak donasi (offline dan online), banyak nonton film dokumenter, maen rubik, dan exercise sebelum ke kantor.

Lantas apa RESOLUSI DI TAHUN 2020?
Tentu ada beberapa hal yang ingin saya lakukan. Antara lain :
1. Lebih banyak invest untuk kesehatan saya. Badan sudah menua dan saatnya untuk lebih konsen dengan ini. Melanjutkan perjalanan sebagai seorang vegetarian dan lebih banyak exercise.
2. Lanjutin minimalism. Dalam hal ini, saya mulai cut budget untuk pakaian kantor. Per 2 January saya akan mengenakan baju (atasan) yang sama tiap harinya. It sounds crazy maybe but I have a reason for that. Selama saya kerja (6 bulan terakhir) saya memakai 5 pasang pakaian kantor dengan motif dan model yang berbeda. Anehnya masih saja wasting my time di pagi hari padahal baju udah dikit gitu. Kemaren sebelum libur natal, saya sempatkan ke mall untuk belanja baju kantor yang akan saya gunakan nanti di 2020. Setelah tengok sana sini, keluar masuk satu store ke store lain, akhirnya pilihan saya jatuh pada kemeja hitam polos lengan panjang merk The Executive. It’s affordable dan saya beli 3 buat dipakai gawe Senin-Jumat. Motif saya untuk memakai baju yang sama adalah biar pagi hari saya tidak disibukkan dengan memikirkan baju apa yang akan saya pakai. Mending pagi hari saya manfaatin baca buku atau maen rubik mungkin? Atau dancing on the floor sebelum gawe?. Call me weird, crazy or whateva. Up to you and that’s fine. I know what I do. Daripada shopping pakaian mulu, itung-itung budgetnya bisa saya gunakan buat beli avocado oil misalnya.
Saya udah pernah di tahap pake sepatu, tas dan baju dengan warna yang senada. Tiap hari gonta-ganti tas kantor dan sepatu. Whats the point? Untungnya lebih cepat sadar bahwa that was a silly thing to do (for me) dan yang saya inginkan sekarang adalah kesederhanaan saja. Biarlah saya di cap tidak modis, cupu, apapun itu. But you know what, have you ask yourself that WHY DO WE OWN SO MANY THINGS when we dont NEED them? (kutipan dari Fumio Sasaki) ” The answer is because we are desperate to convey our value, our worth to others. Then we use SUBJECTS TO TELL PEOPLE just how valuable we are”.

3. Target 2-3x sebulan kunjungan ke panti asuhan sekitar Tangerang. Entah ngobrol ama anak-anak panti, maen, atau bantu-bantu Ibu panti masak mungkin? now I got the list of them. Thanks internet.

4. Nikah. Hmmm. Kalau memang rejeki di tahun ini bersama Mr. Right, why not? Saya juga nggak mau terburu-buru karena hanya ingin dapat validasi dari keluarga, teman atau orang lain. I wanna marry someone who treat me like a queen and I treat him like a King. I wanna marry a man not a boy. Saya ingin menikah dengan pria yang tak iri dengan pasangannya, menanyakan mengapa saya diam sepanjang hari bukan marah karena saya act different. I wanna marry someone who has a great heart, generous, loyal and honest person. Pun kalau saya dipertemukan 2,3 atau 5 tahun ke depan, thats totally fine. Itu berarti udah jadi timeline saya. I wanna live happily with him, full of laughters, doing silly things and of course great sex. The most important is wish the spark between us selalu ada.

4. Semoga tahun depan bisa lebih banyak baca buku (utamanya soal deception/deceit atau kebohongan).

5. Lebih sering nulis di blog.

6. Tak kalah penting adalah semoga keluarga dan teman-teman saya di beri kesehatan, umur panjang ,rejeki dan selalu dalam lindunganNya.

Well I think that’s all. Terimakasih 2019 dan Selamat datang 2020! I know it would be a great and fruitful year ! Aamiin

Thank God!

30 years old

(Photo: from Pinterest)

Unbelievable! Look, I am 30 years old now. Thirty! Tiga Puluh. Three Zero. Tiga dekade. That is a big namba. 8 Oktober 2019, Thirty AF! O’ God, let me write a letter for you!

Dear Allah,

Saya menulis ini setelah mengambil nafas panjang berkali-kali diiringi melodi Mozart tanpa secangkir kopi karena masih di atas tempat tidur alias mager. First of all, terimakasih sudah sangat baik, sudah melimpahkan banyak berkah, rejeki, kesehatan kepada saya selama tiga dasawarsa ini. Terlampau banyak yang Engkau telah kasih dan all that I can say is Thank you! Do you mind if I am asking more? Do you mind if I write down a list of hope?. I will never ever forget the joy you gave me, the strength, the breath, this brain and every single little thing in my life that I can’t mention one by one. Saya buat beberapa kategori kali ini sedikit berbeda dengan harapan-harapan beberapa tahun silam. So, here it is;

Kesehatan The most priceless and precious thing ever. Badan sehat, raga kuat, mental baik adalah anugerah dan rejeki terbesar yang selama ini Engkau berikan. Hingga detik ini, masih bisa bernafas dengan baik, berjalan, berdiri, teriak daaaaaan tidur. I know I am not young anymore. My body is exhausted, I felt that. In the last 3 months, saya banyak nonton film dokumenter soal lifestyle dan banyak membaca buku soal kesehatan juga dan saya sadar, bahwa mungkin selam 29 tahun ini I take my body for granted. Organ tubuh saya yang bekerja 24/7 mesti saya perhatikan. TODAY, di umur 30 tahun ini, saya memutuskan untuk tidak mengkonsumsi meat and chicken. Saya sadar, I insulted my body. Saya pun sadar, saya keliatan luarnya doang yang sehat, padahal my liver, my other organs are working so hard. Junk food, processed meat or many things hanya untuk dan demi menyenangkan lidah dan tenggorokanku saja. Saya udah nggak minum soda sejak 5 bulan lalu and that’s my first step to be a healthy person. Yes, I decide not to drink that shit anymore. I hope this kind of new lifestyle brings a better life for me, now and many years ahead. Yes, Chapter 1: becoming a vegetarian? whatever that name. Some people will gonna judge me or nyinyirin saya, but who cares? This is for my life ahead. I wanna be strong, I wanna be happy, I wanna food be my medicine. Setelah melihat banyak successful stories di film, di buku, nggak ada salahnya mencoba, right? Well, yang kedua adalah….

Karir Flashback karir. Sejak lulus bangku kuliah, 2 bulan setelah wisuda, Engkau kasih kesempatan buat kerja sebagai kasir di salah satu pembiayaan motor. Setelah itu, masuk di satu perusahaan Internasional sebagai sekretaris, lalu menjadi admin Cocoa Sustanability Program di perusahaan yang sama. Setelah itu, tepatnya 3 bulan lalu, saya di rekrut menjadi executive assistant. Look, kadang saya berfikir, why I got these jobs? Dimana-mana seorang sekertaris atau executive assistant pasti penampilannya menarik, kan,yah, pakai rok, dress, high heels, skinny. Lah guwe, Go Figure! Sometimes I was asking myself, God, are you kidding me? Is there any reason for putting me here? Well, a job that I could ever imagined since I was a kid. Dari kecil emang bingung sih mau jadi apa, dulu kalau ada yang nanya, aku ikut-ikutan saja, jadi guru, kadang dokter. Sekarang kalau boleh milih, saya mau jadi orang yang aktif di UN agency, let say, UNHCR, UNICEF. hihih I know, you are laughing at me now. Skill aja nggak punya,ya kaaaan. I am not joking, seru aja kayanya kerja di salah satu UN agency. Paling nggak, mungkin you can grant me a “skill” or a new path to help others or not just helping but also involve me in UN SDGs program, atau dianugrahi skills yang masuk di Top 10 the most demand hard skills in 2020? wooosahhhh……. kalau misalnya akhirnya dikasih rejeki nikah dan mesti di rumah jadi IRT nggak masalah juga sih. I can do a lot of quirky things at home. Anyway, my point is just to say thank you sudah diberikan pekerjaan, merasakan dunia kerja seperti apa dan semoga Engkau memberkati pekerjaan saya. Saya juga memohon untuk semua anggota keluarga saya diberkahi pekerjaannya juga teman-teman saya yang mungkin lagi kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau sedang kesulitan dengan pekerjaan yang mereka tekuni sekarang, saya mohon mudahkanlah dan berilah jalan keluar.

Relationship Ngomong-ngomong, kategorinya macam zodiak aja,yah. Career, kesehatan, relationship. cckkck…. Soal relationship, tunggu, aku ambil nafas dulu. Well, you know lah yah masalah hubungan saya, ditinggal dan diputusin, you know all of it. Mungkin mantan saya adalah orang yang paling membenci saya sekarang but that’s fine. It his choice. Beberapa tahun berturut-turut, setiap pagi pasti dia ngasih ucapan di hari spesial ini. Kenapa pagi? karena dia kebiasaannya tidur jam 10 malem. Satu hal yang buat dia bangun dan begadang tidak lain tidak bukan adalah Match Manchester city. But now, I got nothing from him and it’s fine. So,sekarang saya nggak lagi terikat dengan siapa pun. Sekarang saya juga tidak haus akan suatu hubungan. Saya juga tidak dalam keadaan dipaksa atau dipush oleh keluarga untuk menikah. I am thirthy, they are fine with that. Kakak saya nikah di usia 26 tahun, dikarunia 2 anak lucu dan masyaAllah cerdas and my mom got merried pretty young as well, while me? that’s not a big deal. I am so lucky having them, tidak memaksa dan tidak menjodohkan eh tapi, nggak ada salahnya buat permohonan kan soal ini? Saya mah, nggak muluk-muluk, beneran. Maunya sih, dapat yang Bertanggung jawab ama ucapan dan tindakan, setia, open-minded, mindful, cerdas, humoris. Mau jadi sahabat, partner apapun itu yang tidak akan pernah membuat pasangannya sangat sakit hati dan selalu merasa beruntung memiliki satu sama lain. He values our relationship and accept me the way I am. Life partner dalam hal yah mau ngurus rumah juga cuci piring, mau jaga anak, mau ke pasar dan (whispering) ………………………..good at bed 😛 – Nggak peduli mau dipertemukan dengan orang Australia, Ambon, Palembang, Amrik, South Africa, Jawa, Medan, Italia , atau mantan juga nggak masalah lah. Rupa nggak masalah, semua menua juga pada waktunya. Mau orangnya non-veg juga nggak masalah, I still can cook yum seafood for him tho. Okey, next apa lagi yah? hmmm mau diajak hidup sederhana atau mungkin dikasih orang penganut enoughism mungkin. Punya 1 rumah yang betul-betul disebut sebagai HOME. Furniture seadanya aja yang jelas cozy, wooden stuff, cukup buat keluarga kecil. Biar budgetnya bisa sebagian untuk rekreasi keluarga. Lebih mau makan di rumah bareng keluarga, bukan gamer, nggak merokok dan rajin ibadah. Lah, kog jadi banyak maunya, yah. C’mon, among 7 billion people? Well, kalau dipertemukan dengan lelaki seperti itu, Alhamdulillah. Kalau misalnya jodoh saya belom lahir, yah gpp. Jika garis tangan saya stay single forever, that’s not a big problem. I know, I am living where a marriage is a default culture dan anggapan seorang gadis tua itu terkesan gimana gitu, yah. But, what is the point marrying someone who doesn’t give you a happy life? I know semua pernikahan pasti addddaa ajah masalahnya. I know there will be fights, argues that’s normal. Harapku yah semoga dapat dan menuanya bareng, a monogamous relationship. BUT, apa iyah, jodoh di tangan Tuhan saja? I don’t think so. Saya lebih cenderung mikir kalau jodoh itu di tangan manusia juga. I’ve seen a lot of couples, pacaran dan nikah dan saya pikir bukan dari Tuhan semata. I believe manusia juga mengatur dan menentukan jodohnya sendiri. Tuhan yang granted karena effort manusia itu sendiri. Kasus saya, misalnya, jalan 5 tahun, sudah banyak rencana ba bi bu soal nikah, punya berapa anak, mau tinggal di mana, tapi, yah, berujung ditinggal karena nggak bisa jaga emosi yang berapi-api dan emosi yang melenyapkan semua mimpi-mimpi 5 tahun bersama itu, bukan Tuhan saya pikir. It’s about self-control, value the relationship yang kurang dan sepertinya betul kata orang bijak, jangan mengambil keputusan jika sedang marah. Iya, karena kalau kangen lagi, gimana? sapa, baper, kabur lagi, ah dasar manusia. Ah,Forget it. Memang soal relationship, rumit dan panjang hahahaa.

Anyway, I gotta go take a shower and get ready for work! Thanks for this wonderful life! I am grateful as a person, I am more content and alive. See you, 31 !!!

Love,

Saskia

Rough-thing (baca: rafting)

A very good escape yang berbeda dari kemarin-kemarin. Rafting! Saya putuskan untuk refreshing sejenak setelah lulus probation, bounding with nature, road trip,self-reflection AND It was fun, tidur di tenda, nyanyi, maen kartu, jelajah sungai dan got sunburned. Ini kali pertama saya mencoba rafting. Bagusnya cuaca sangat mendukung waktu itu dan arus sungai nggak terlalu deras. Hellooow! I am a newby. Itu aja udah ngos-ngosan, sih. Saya dan teman-teman berangkat pagi jam 7 dari kantor. Sengaja meeting pointnya di kantor biar gampang. Ada 2 mobil dan perjalanan ditempuh kurang lebih 6 jam. Sepanjang jalan kami isi dengan obrolan yang nggak berfaedah (mostly), puter playlist bergantian dari HP dan ngemil. Setibanya di sana, tenda-tenda sudah disiapkan lengkap dengan tikar dan kasurnya. Paket yang diambil sudah termasuk rafting, makan dan tenda. Pokoknya cuma nyetor ke teman Rp.600K per orang untuk 2 hari 2 malam.

Yang saya suka dari tempat ini adalah pengunjung nggak terlalu padat, suasana yang rindang dan tenda kami pas berada di depan sungai gitu. Jarang-jarang dapat pemandangan kaya gini’ kan?. Hari pertama kami habiskan dengan ngobrol, makan, ngopi, nge-games, jalan-jalan sekitar lokasi wisata dan rafting. Malamnya lanjut main game lagi dan barbequean. Sumpah kocak, sih. Bener-bener have fun pokoknya. Keesokan harinya, saya sempetkan bangun pagi dan berjalan ke sungai untuk meditasi. Dengar aliran air sungai itu rasanya menenangkan banget. Ditambah dengan pemandangan sekitar yang serba ijo. Abis meditasi, maen air bentar sambil mikir gw pengen punya rumah yang belakangnya sungai dan greens. Trus sarapan, mandi dan bergegas untuk ke tempat wisata selanjutnya, Jembatan Gantung Situ Gunung. Spot wisata ini lagi happening dan karena kebetulan masih daerah Sukabumi, yah nggak ada salahnya berbelok arah dulu.

“Menembus Hollywood”

Selfie dengan salah satu aktor andalan 😀

Judul tulisanku kali ini terinspirasi dari Livi Zheng dan cuitan Joko Anwar (foto tiket nonton di Hollywood XXI) yang saya pikir pas juga buat cerita saya sewaktu di Los Angeles. Sedikit cerita soal perjalanan libur Spring di US, saya dan teman-teman ke LA beberapa hari untuk sejenak melihat kota, hedonisme orang-orang di LA yang tidak dijumpai di Arizona, tepatnya kecamatan Mesa hahaha.

LA ternyata beda jauh ama kota-kota lain di California dan state lain di YUES. Ramainya tuh beda ama New York. Asians lebih keliatan rame di sini. Waktu liburan sekolah, saya dan teman-teman ke Beverly Hills which is B aja, ke Walk of Shame Fame, ke lokasi syuting Film La La Land di Griffith Observatory (di sini bisa liat Sign Hollywood), Santa Monica Pier dan Getty Villa.

Saya minta izin ke koordinator untuk ME TIME alias jalan-jalan sendiri buat keliling kota Los Angeles. Waktu itu saya putuskan ke toko buku yang terkenal di LA, The Last bookstore. Aku juga ngambil paket tour Dolby Theatre dan juga ke LACMA (Los Angeles County Museum of Art). Mengapa saya ke lokasi tersebut? Yah karena teman-teman dan kordinator saya pada ke Universal Studio which is nggak menarik buat saya dan nggak mau menghabiskan uang ratusan dollar buat ke sana. Ngapain ngamburin duit buat ke destinasi yang nggak bikin kita tertarik, ya kan? Mending jalan sendiri. Mereka pagi-pagi dah berangkat dari motel ke Universal studio dan disitu juga saya kirim sms ke kordinator buat minta ijin ke tempat-tempat yang saya sebutkan tadi. Balasan sms dia seperti ini;

Can you take another person? How do you plan to get back to the motel? Please check in with me and be available by phone and also give me a time you’ll be back at the motel. I am thrilled that you want to see the art museum.

Tujuan pertamaku adalah tour di Dolby Theatre. Yang suka liat Academy Awards aka piala Oscar, nah pasti tau tempat ini. Ajang perfilman bergengsi dimana para bintang Hollywood berkumpul dengan segala macam gayanya berlenggak- lenggok di atas red carpet. Dolby Theatre ini berada di lokasi Hollywood Walk of Fame, itu tuh nama-nama artis yang dinjek-injek itu loh yang terpampang nyata bukan fatamorgana di sepanjang trotoar Hollywood Boulevard. Saya sempet lari waktu itu karena tour yang saya ambil sudah hampir mulai dan mesti gercap karena sesi yang saya ambil adalah sesi terakhir. Masih ingat sekali, saya adalah peserta tour paling terakhir yang datang dan guidenya udah hampir nutup pintu waktu itu. Wooooosah. Tiketnya sendiri saya beli sebelum berangkat ke LA karena saya nggak mau ke Universal Studio. Nah, tiba di dalam, tour guidenya jelasin segala macam sudut dan ruangan di dalam theatre. Theatrenya gede’ dan katanya tema tiap tahunnya berbeda-beda disulap menjadi tempat yang megah. Waktu itu kami ke VIP room tempat dimana selebrity biasanya duduk manjah, ngobrol sambil minum wine. Kemudian ke ruangan inti yang tidak lain tidak bukan adalah panggung dan theatre Oscars. It’s HUGE. Gede banget. Sempet mikir mimpi apa Saya, yah, bisa masuk ke ruangan itu dan duduk di kursi yang pernah Mery Streep dan Nicole Kidman duduki. Selain sejarah Oscar, tour guidenya juga bawa pengunjung ke beberapa ruangan lain, masuk ke satu ruangan which is tidak semua selebrity bisa masuk karena itu dibuat untuk para pemenang Oscar saja. Overall, tempat ini buat saya WOW-ing terus pokoknya.

Dolby Theatre
Real Oscar at VIP room
Here it is, inti dari Dolby Theatre

Abis tour, saya makan siang di McD deket Dolby dan lanjut ke LACMA. Mengapa saya ke sini? Karena saya sempat liat postingan teman yang katanya di luar museum ada 1 spot yang instagramable mirip tempat hangout yang ada di Bandung, Rabbit Town. Benar saja, emang mirip sih (liat hasil browsing). Tiba di LACMA dan liat spot foto yang mirip di Bandung itu, ternyata again and again B aja. Nggak lama sekitar 15 menit, saya berbalik arah dan memutuskan ke tujuan terakhir, The Lastbookstore.

Cantikan mana dengan yang di Bandung?

Jarak dari LACMA ke toko buku ini lumayan jauh. Lagi-lagi saya salah ngambil bus soalnya nggak perhatikan kode busnya. Nomor bus sama tapi kode arahnya beda. Sempat mau balik ke motel waktu itu karena hp udah mau lowbat, nggak bawa chargeran dan takutnya nyasar nanti. Saya mikir, ah tanggung nih masa nggak maen ke toko buku itu, sih? Jadilah saya berjalan ke halte dan menunggu bus ke arah toko buku itu. Sekitar 40 menit, tiba dan jalan dari halte ke toko buku selama kurang lebih 5 menit, akhirnya nemu tempatnya. Seeeennneeeng banget. Dari luar nggak keliatan toko buku. Tau-tau masuk, wow ketjeh parah nih. Konsepnya keren, classic, cozy dan rame cuy. Jarang-jarang liat konsep toko buku kaya gini. Saya habisin 40 menit dan bergegas pulang karena dah mau malam.

Lantai 2 The Last bookstore (pengunjung yang fotoin)

Pas keluar dari toko buku menuju halte, tau-tau bis yang saya mesti naiki dah hampir mau jalan. Sementara saya masih nunggu di seberang karena lampu merah. Nyesek banget, bus di depan mata, pas lampu pejalan kaki nyala, eh bus nya berangkat. SAAAAAKIIIITTTTTTTT, 30 menit nunggu cuy. Aseeemm banget. Jadinya mati gaya di halte jorok itu yang bau ganjanya sangat menusuk ckcckkc.

Wallahu yuhibbu sobirin. Bus nya perlahan-lahan muncul dari kejauhan. You know what? berapa total stop untuk sampai ke motel saya? 51 stops. Jauuuuuuuuhhhh banget, sampai hampir melihat se-Los Angeles gitu. That’s the good part tho. Cek per cek HP masih nyala, saya akhirnya ngirim sms ke Koordinator dan bilang gini…

“in the bus now heading to the motel. Now I am at Broadway. 51 stops ETA: 7:30”

Trus sejam kemudian Koordinator bales

” Are you close?”

Ku jawab: ” Yeap, one more bus. I am at 4th Santa Monica. 5 stops from Motel.”

Nggak lama setelah kirim kabar, bisnya datang dan Alhamdulillah tiba di motel dengan selamat mat mat mat mat. Begitulah, cerita menembus Hollywood versi seorang Saskia Rajayani. 😛 55555

Part 1 : Me-nimalism ?

Why do we own so many things when we don’t need them? What is their purpose? I think the answer is quite clear: We’re desperate to convey our own worth, our own value to others. We use subject to tell people just how valuable we are

Goodbye, things: on minimalist living Fumio Sasaki

Buku yang saya baca dan menurut saya really eye-opening. Mungkin kalian bertanya-tanya; Saskia, jadi seorang minimalist? nggak mungkin lah Saskia jadi minimalist. Ih, sok banget. CHILLLLLL everybody! Saya jadi seorang minimalist? akan dan iya. Setelah saya balik dari US, saya tertarik dengan lifestyle ini. Well, minimalism ini sudah saya dengar beberapa tahun lalu, bukan model griya unik, yah, akan tetapi sederhananya lebih ke konsep a life with more meaning. Di dalam buku Essential: Essays by the minimalists, penulis bilang bahwa “Minimalism is the thing that gets us past things so we can make room for life’s important things-which actually aren’t things at all”. Mengapa saya tertarik dengan konsep minimalism ini? Lemme tell you my story.

Tepatnya 4 bulan lalu, ketika seminggu sebelum saya balik ke Indonesia, saya mesti mengepak barang dan membersihkan kamar saya. It took me a whole week to clean my own closet. I have thousand stuff in my tiny room. I can’t imagine. Saya sempat nangis karena mesti ngepak sendiri, stress, bingung mau ngepak mulai dari mana. That was frustrating, stuffocating. Sampai sehari sebelum penerbangan ke Indo, saya masih beresin kamar. Barang yang paling memusingkan saya adalah pakaian. Semua pakaian saya kumpulkan di lantai dan saking banyak dan stress ngeliatnya, saya biarkan menggunung begitu saja beberapa hari. Setelah berhasil mengumpulkan tenaga, finally, 99% of my clothes were end up in a giant black plastic bag. Sebelum packing dan beberes, saya sempat terdiam, duduk, merenung sambil melihat tumpukan barang-barang itu. No joking, I was questioning myself, why I bought all of these? why did I do this? am I happy? and I kept telling myself. Pokoknya selama seminggu itu saya seperti orang gila, ngomong sendiri, jengkel sendiri dan bertanya-tanya. Wajar, saya tipe INFJ, jadinya gitu 😀 Di tengah-tengah packing, teringat dengan buku Marie Kondo yang saya baca setahun lalu yang berjudul “The Life-changing Magic of tidying up”, Dia bilang tinggalkan barang-barang kamu, jika itu tidak membuat kamu bahagia. Dia menyebutnya dengan istilah “sparks joy”. Salah satu KonMari method yaitu Dia menyuruh kita menyentuh barang tersebut, kalau nggak ngena di hati dan feelingnya biasa-biasa saja alias nggak ada “spark joy nya”, yah buang aja. So I did that. Alhasil, itulah tadi, plastik hitam BESAR yang penuh dengan pakaian. Daripada dibuang, saya memutuskan untuk menyumbangkan 1 kantong plastik tadi (setinggi dagu saya dan itu berat banget) plus buku, aksesoris, syal dan 8 pasang sepatu. Bukan sok pamer, cuma ngasih tau aja apa yg disumbangin eh. Just kidding. Barang-barang itu saya donasikan ke pengungsi berhubung semua masih layak pakai dan Alhamdulillah disalurkan oleh salah satu orang tua angkat saya di US. Ketika semua beres, ada perasaan senang, lega yang timbul ketika memutuskan untuk tidak membawa barang-barang tersebut. At the end, meskipun koper saya penuh (sesuai jatah bagasi) dengan oleh-oleh, buku, stationeries, pakaian. Believe it or not, saya hanya membawa pulang 4 baju, 3 celana, 3 bra, selusin undies dan 4 kaos kaki (sepasang kaos kaki yang dikasih sama pacar waktu di Indo dan 3 lainnya beli di Arizona). Sempat merasa nggak enak juga,sih, soalnya ada beberapa pemberian dari teman yang tidak saya bawa pulang. Banyak pernak-pernik lucu yang tidak akan saya dapat di Indo tapi mesti saya ikhlaskan. *sigh*

Ngomongin soal metode KonMari yang expert dengan trik beres-beresnya yang bisa mengubah kehidupan seseorang lebih menjadi bahagia, itu memang benar. Beres-beres, bersih-bersih apalah namanya, saya salah satu orang tersebut. Go Figure! Siapa sih nggak senang rumah bersih, kamar bersih, barang-barang tertata rapi. Pasti mood pun akan baik. Sedikit cerita, sejak kelas 2 SD saya sudah digembleng ala militer oleh om saya. Mesti bangun pagi, nyapu, bersihin rumah sebelum sekolah. Hari minggu bukannya maen, malah disuruh nanem bunga, bersihin halaman yang penuh dengan dedaunan pohon mangga dan kedondong, cuci baju sendiri, bersihin dapur (masih berlantaikan tanah) AND It sucks dan yang paling saya benci adalah bersihin kotoran kucing. EWWWWW. Saya dan kakak saya sampai buat jadwal bersih mingguan loh, ditempel di belakang lemari kayu waktu itu (partisi antara ruang tamu dan ruang keluarga). Saya masih ingat sekali, jadwalnya dibuat di selembar kertas yang diisi dengan tabel Senin-Minggu pake’ krayon warna-warni dan sebagai penghias saya menggambar ikan koi di pojok kanan atas roster. Imbalannya apa waktu itu? majalah Bobo. I never regret that, ternyata jam main saya yang berkurang dibanding anak-anak lain ada hikmahnya dan berbekas sampai sekarang. Sampai akhirnya tumbuhlah menjadi saya sekarang ini. Jadi apa? prokprokprok. I am a very well-organized person, saya senang melihat rumah yang bersih, ruangan yang bersih, perabot yang teratur. Sampai sekarang, buku-buku, saya atur sesuai dengan warna cover, alat tulis saya kumpulkan di satu storage, tempat tidur saya mesti rapi, saking rapinya kadang saya malah memutuskan untuk tidur di lantai. Geblek, kan? AHAHHA abis, sepreinya lucu ditambah dengan beberapa buku di atas kasur, nggak rela aja gitu.Well, that’s me.

So, back to the minimalism! Am I a minimalist? I will be and still on progress, tenang, saya belum masuk levelnya Joshua Becker, Courtney Carver atau Ryan Nicodemous. Masih jaooooohhhhh. Oh wait, jangan salah kaprah,yah, konsep minimalism is different from tidying up. Seperti yang disebut Joshua Becker dalam bukunya The More of Less, bahwa “Organizing has its place, but it’s not the same as minimizing. Organizing our stuff (without removing the excess) is only a temporary solution. We have to repeat it over and over”.Make sense?

Nah, sekarang ini saya merantau di pulau Jawa dan sejak balik dari US, saya memutuskan untuk tidak menghamburkan banyak duit untuk pakaian. Di awal bulan pertama saya bekerja, hanya belanja beberapa baju dan sepatu kantor, yah karena emang butuh. Saya memutuskan untuk tidak membeli lemari pakaian, saya tetap menggunakan koper saya sebagai pengganti lemari yang sizenya mirip lemari ahahhaa nggak, cuma jaga-jaga aja biar nggak kalap belanja dan pakaian saya bisa terkontrol dengan baik. So far total pakaian buat ngantor, hangout dan buat di rumah adalah 37 pieces. Tiga bulan ngantor memang pakai baju itu-itu aja but hey! does anyone notice? I don’t think so, or maybe. Do I care? I don’t give a sh*t. Selain pakaian, tas juga saya kurangi. Tas buat gawe hanya 1 saja, my beloved Kanken backpack dan 1 totebag untuk hangout. That’s all. I am still laughing at myself waktu saya kerja beberapa tahun lalu, saya gonta-ganti tas ke kantor (I was a Gosh lover) at that time. Senin ampe Rabu beda, Kamis-Jumat beda, Sabtu beda. Begitupun dengan sepatu. Koleksi sepatu dan sandal yang berjejeran di rak dan dinding kamar. That’s a lot dan kamar saya menjadi padat. Untungnya, tersusun rapi jadi masih enak liatnya. Am I happy that time? yeah I think so. Happy karena memiliki barang yang disenangi dan mampu untuk membeli. But NOW, what’s that for? do I need all of ’em? I ended up with the heap of luggage, overflowing drawers and shelves. Barang-barang yang pernah saya beli pun sudah lupa saking banyaknya. Sebagian besar masih di kampung, sih, dan rencana kalau mudik InsyaAllah, mau ngobrak-ngabrik, jual, buang, sumbangin barang-barang itu. Top list saya tentunya adalah pakaian dan yang terakhir adalah buku. Mengapa buku? Karena ini barang ini yang paling sentimental buat saya. Untungnya, Joshua Becker bilang ” take it easy, you don’t need to start with the hard stuff. Start easy. Start small. Just start somewhere.” hehe

PS: Saya sengaja nunggu 3 bulan buat nulis ini. Because I am learning and I wanted to know how does it feel. It’s like a new calling for me since my closet cleaning experience. Meskipun sebenarnya decluttering barang-barang seperti yang saya lakukan, bukan konsep dasar dari minimalism itu sendiri. Akan tetapi lebih ke personal saya yang bertanya soal MENGAPA bukan terpusat pada APA yang harus saya buang dan berapa banyak stuff yang saya punya sekarang. Mengapa saya menjadi seorang cewe’ yang terlalu konsumtif, why am I discontent?. Mengadopsi minimalism ini memang tidak mudah, saya masih belajar dan mendalaminya. I need to set my mind to into it. I believe one day will get the answers and paid off *finger crossed. Now, let’s focus on minimize things and maximize happiness eaaakkkk. The last but not least, ada satu quoteyang aku suka dari film dokumenter The Minimalist ;

“Eventually, I mean, happiness had to be somewhere just around the corner. I was living paycheck to paycheck. Living for a paycheck. Living for stuff. But, I wasn’t living at all.” Ryan Nicodemus